*Sebenernya sih ini tugas buat kuliah semester sekarang. Supaya gak hilang jadi taroh disini dan kali-kali bermanfaat buat yang minat sama budaya Jepang ^^v*
TRADISI PERNIKAHAN ALA JEPANG
Oleh: Tamara
Abstrak
Manusia dan pernikahan tentu saja sesuatu yang sangat
berkaitan. Terutama bagi orang Jepang yang mengutamakan keturunan. Sistem
pernikahan di Jepang sempat mengalami berbagai perubahan dan sekarang Jepang
menganut sistem patrilineal atau sistem keturunan yang mengatur alur keturunan
berdasarkan pihak ayah. Ada beberapa proses yang harus dilakukan sebelum sampai
ke tahap pernikahan, seperti omiai (acara perjodohan) dan yuino (acara
pertunangan). Walaupun terdengar sederhana, sebenarnya tiap-tiap tahap memiliki
fungsi dan maknanya masing-masing.
Kata
kunci: Pernikahan,
pertunangan,
yuino-hin, makanan
Pendahaluan
Saat
ini, Jepang adalah salah satu negara adidaya yang memiliki pengaruh sangat
besar terhadap dunia, baik dalam ekonomi, industri, bahkan budaya. Untuk
mempertahankan keturunan, tentu saja orang Jepang harus menikah dan memiliki
anak. Bagaimanakah tradisi pernikahan ala Jepang? Hal ini sangat menarik untuk
dibahas mengingat masyarakat Jepang yang masih mempertahankan budaya
tradisional-nya.
Pernikahan
adalah suatu proses dimana pria dan wanita mengikrarkan diri mereka sebagai
pasangan yang sah dan diakui oleh masyarakat dan agama. Sebagai suatu momen
yang sangat sakral, pernikahan biasanya memiliki aturan dan syarat tertentu
yang harus dipenuhi agar pada akhirnya pria dan wanita bisa menjadi pasangan
suami-istri. Begitu pula di Jepang, ada syarat dan tradisi yang harus dilalui
agar pernikahan dapat dianggap sah.
Hal yang unik adalah proses pertunangan di Jepang yang
memiliki proses yang mirip seperti dengan adat seserahan di Indonesia. Acara
pertunangan itu disebut dengan istilah “Yuino”.
Kali ini saya akan membatasi pokok pembahasan pada proses pertunangan ala
Jepang atau Yuino.
Sejarah Pernikahan di
Jepang
Sistem
pernikahan di Jepang terus menerus berubah bersamaan dengan kondisi dan sistem
sosial masyarakat. Perubahan penting yang terjadi pada sistem pernikahan di
Jepang adalah saat munculnya para “bushi”
pada abad ke-14.
Sistem
pernikahan Jepang yang awalnya “Muko-iri”
(婿入り) atau
sistem matrilineal, yaitu mempelai pria tinggal dan menjadi bagian dari
keluarga mempelai wanita. Setelah muncul bushi, sistem pernikahan di Jepang
berubah menjadi “yome-iri” (嫁入り) atau
sistem patrilineal, yaitu mempelai wanita tinggal dan menjadi bagian dari
keluarga mempelai pria saat sang mempelai wanita telah melahirkan anak atau
telah kehilangan kedua orang tuanya.
Pada
zaman feodal, pernikahan di Jepang sering digunakan sebagai alat politik dan
diplomasi untuk menjaga kedamaian dan persatuan di kalangan penguasa pada masa
tersebut. Selain itu, pria dan wanita tidak bisa dengan mudah memilih calon
mempelai yang diinginkan. Pada masa tersebut muncul “nakodo”(仲人),
orang yang menyiapkan dan mengatur pernikahan untuk kedua belah pihak.
Tahapan Sebelum Pernikahan
a.
Omiai (Acara
Perjodohan)
Omiai adalah pertemuan antara seorang
pria dan seorang wanita sebagai persiapan menuju perkawinan bila keduanya
merasa cocok atau disebut juga sebagai acara perjodohan. Pada umumnya omiai
diadakan oleh seorang perantara yaitu nakodo, untuk menyusun acara pertemuan
tersebut. Sekarang, nakodo bisa juga
berasal dari anggota keluarga atau teman dari orang yang akan mengikuti omiai
tersebut. Omiai biasanya diadakan di tempat umum seperti restoran dan lain
sebagainya.
Selain omiai, ada pula pernikahan
yang berdasarkan cinta atau “ren’ai
kekkon”. Ren’ai kekkon adalah pernikahan yang didasari rasa kasih sayang
antara pria dan wanita tanpa melalui proses perjodohan atau omiai.
b.
Yuino (Acara
Pertunangan)
Yuino adalah upacara tradisional
pertukaran hadiah antara kedua calon pengantin yang telah melalui proses omiai.
Acara ini juga digunakan untuk pertunangan dan
pasangan saling kenal. Sebelum pada hari yuino tunangan akan memberikan kain
sabuk atau obi, pakaian atau hakama, dan sejumlah uang pemberian. Barang-barang
yang digunakan sebagai hadiah disebut juga “yuino-hin”.
c. Kekkon-shiki
(Upacara Pernikahan)
Upacara pernikahan merupakan
salah satu bagian penting dari semua proses yang ada. Upacara pernikahan di
Jepang umumnya diadakan di hotel, kuil, dan sebagainya. Untuk tanggal upacara
pernikahan biasanya tidak ada cara khusus, tetapi mereka menghindari
pertengahan musim panas serta awal dan akhir tahun karena memperhatikan tamu
yang akan menghadiri pernikahan tersebut. Umumnya orang Jepang memilih musim
semi atau musim gugur untuk mengadakan upacara pernikahan.
Model
upacara pernikahan di Jepang terdiri dari : Budha, Kristen, Shinto dan dihadiri
para sahabat dan saksi. Prosesi ala Shinto adalah upacara pernikahan yang
paling dikenal di Jepang, Tempat pelaksanaannya berada di tempat suci seperti
kuil dan upacara pernikahannya dipimpin oleh pendeta Shinto.
Proses
Pelaksanaan Yuino
Yuino dilaksanakan pada waktu pagi hari dipilih pagi
karena keyakinan mereka bahwa pagi hari membawa keberuntungan dan ini mengikuti
kalender tradisional Jepang.
Mempelai pria, mempelai wanita, dan nakodo dikumpulkan
di satu tempat yang sama, biasanya di restoran tradisional Jepang atau hotel.
Selain proses dibawah, ada pula yang melaksanakan proses yuino pada saat jamuan
makan malam dan lain sebagainya.
Proses dari pihak mempelai pria:
- - Nakodo pergi ke tempat pihak mempelai pria untuk mengambil yuino-hin.
- - Lalu nakodo pergi ke tempat pihak mempelai wanita untuk menyerahkan yuino-hin.
- - Nakodo dijamu oleh pihak mempelai wanita.
- - Mempelai wanita menitipkan berkas yuino-hin kepada nakodo untuk diberikan kepada mempelai pria.
- - Nakodo kembali ke pihak mempelai pria untuk menyerahkan berkas yuino-hin.
- - Di tempat pihak mempelai pria, nakodo kembali dijamu.
Proses memberikan balasan yuino-hin dari pihak
mempelai wanita:
(Walaupun secara resminya dilakukan pada hari yang
berbeda, akhir-akhir ini sering dilaksanakan pada hari yang sama untuk
mempersingkat waktu.)
- - Nakodo pergi ke tempat pihak mempelai wanita untuk mengambil yuino-hin.
- - Selanjutnya, nakodo pergi ke tempat pihak mempelai pria untuk menyerahkan yuino-hin.
- - Nakodo dijamu oleh pihak mempelai pria.
- - Mempelai pria menitipkan berkas yuino-hin kepada nakodo untuk diberikan kepada mempelai wanita.
- - Nakodo kembali ke pihak mempelai wanita untuk menyerahkan berkas yuino-hin.
- - Nakodo kembali dijamu oleh pihak mempelai wanita.
Yuino-hin dan Maknanya
Yuino-hin atau barang seserahan tersebut harus
memiliki jumlah yang ganjil, yaitu 5,7, atau 9. Angka ganjil dianggap membawa
keberuntungan oleh orang Jepang, sedangkan angka genap merupakan kebalikannya,
yaitu dianggap dapat membawa petaka.
Berikut adalah barang-barang yang dijadikan yuino-hin
beserta maknanya:
- Mokuroku (目録): Daftar barang yang diberikan saat Yuino
- Naga-noshi (長熨斗): Kerang abalone yang sering digunakan di Jepang sebagai kerajinan tangan dan melambangkan umur panjang. Biasa diberikan untuk hadiah perayaan.
- Kinpoudzutsumi (金包包): Tempat untuk menaruh uang yang akan digunakan dalam yuino (Yuino-kin). Uang tersebut digunakan untuk membeli obi mempelai perempuan (goobi-ryou), dan hakama untuk mempelai lelaki (gohakama-ryou)
- Katsuo-boshi (勝男節): Ikan bonito kering yang melambangkan harapan agar pernikahannya dapat bertahan lama
- Surume (寿留女): Ikan kering yang melambangkan harapan agar pernikahan tersebut dapat bertahan lama.
- Konbu (子生婦): Rumput laut kering yang melambangkan kesuburan, dengan harapan pasangan tersebut berbahagia.
- Tomoshiraga (友白髪):Kumparan benang rami yang melambangkan harapan agar pasangan tersebut dapat terus bersama hingga tua.
- Suehiro (末広): Kipas lipat yang melambangkan kebahagian dan masa depan yang lebih baik.
- Yanagi-daru (家内喜多留): tempat penyimpanan sake yang terbuat dari pohon willow. Melambangkan kepatuhan dalam pernikahan.
Kesimpulan
Sistem pernikahan di Jepang awalnya adalah muko-iri atau sistem matrilineal, tetapi
pada saat bushi/samurai naik derajatnya, perlahan sistem tersebut berubah
menjadi yome-iri atau sistem
patrilineal sejak abad ke-14. Pernikahan pada abad tersebut biasa digunakan
untuk kepentingan politik dan diplomasi.
Sebelum dapat menjadi suami istri yang sah, ada
beberapa tahapan yang harus dilalui oleh calon mempelai, yaitu omiai, yuino, dan kemudian kekkon-shiki
atau upacara pernikahan
Omiai adalah acara perjodohan. Biasanya diatur oleh seorang
perantara yang disebut “nakodo”. Tugas nakodo adalah untuk mempertemukan kedua
orang yang akan ikut omiai. Selain omiai, ada pula pernikahan yang didasari
oleh cinta atau “ren’ai kekkon”.
Yuino adalah acara pertukaran hadiah antar calon pengantin
dan juga digunakan untuk saling mengenal satu sama lain. Barang-barang yang
dijadikan hadiah disebut pula dengan istilah “yuino-hin”. Yuino biasanya dilakukan pada pagi hari di tanggal
yang dianggap membawa keberuntungan. Proses yuino dilakukan oleh perantara yang
disebut “nakodo”. Inti proses ini adalah untuk bertukar yuino-hin.
Kekkon-shiki merupakan upacara pernikahan di Jepang. Kekkon-shiki
biasanya diadakan di hotel maupun tempat suci seperti kuil dan sebagainya.
Orang Jepang biasanya mengadakan kekkon-shiki pada musim semi dan musim gugur.
Yuino-hin harus berjumlah ganjil karena dianggap membawa
keberuntungan. Jumlah yang disarankan adalah 5, 7, atau 9 buah. Setiap barang
yang terdapat dalam yuino-hin memiliki harapan dan makna yang baik untuk kedua
calon pengantin.
Daftar Pustaka
http://www.scribd.com/doc/251197390/Makalah-Bunka#scribd Diakses pada 9 Juni
2015 19:36
http://www.gojapango.com/culture/japanese_wedding_yui_no.html Diakses pada 23 Juni 2015 20:18
http://www.ehow.com/info_8789774_japanese-engagement-customs.html Diakses pada 23 Juni 2015 20:20
https://ja.wikipedia.org/wiki/%E7%B5%90%E7%B4%8D Diakses pada 26 Juni
2015 16:14
http://jurnalinterlinguafbsunima.yolasite.com/resources/Tradisi%20Perkawinan%20Jepang.pdf Diakses pada 30 Juni
2015 14:23