Pages

Tuesday, February 17, 2015

KPI dan "Sensor Dewa"-nya

Karena akhir-akhir ini lagi sering nonton TV Nasional, saya jadi mengamati. Mulai dari berita, sinetron, film, dan sebagainya.

Hal yang paling mengherankan adalah saat saya nonton film horor Indonesia di salah satu channel beberapa waktu yang lalu. Adegan yang menunjukkan 'setan' di film tersebut semuanya dipotong! Jadi, sepanjang film horor tersebut ga ada horor-nya sama sekali. Saya bingung, maksud KPI meng-'cut' bagian setan itu apa ya? Supaya anak kecil ga takut sama setan? Atau karena setan ga mendidik? Maksudnya apaaa? Plis deh, kalau film horor ga ada bagian horornya, buat apa ditayangkan? Yang ada hanya bikin kecewa penonton yang mengharapkan seramnya film horor.



Sebenarnya bukan hanya horor saja, film kartun pun bahkan disensor. Contohnya saja Tom & Jerry. Adegan dimana Jerry dan Tom sedang pukul memukul pun dipotong. Apakah KPI tidak percaya dengan bimbingan orang tua yang ada di Indonesia sehingga mereka sampai memotong adegan seperti itu? Kayaknya KPI malah lebih overprotektif dibanding orang tua di luar sana.

Saya yang termasuk anak-anak jaman '90-an merasa bersyukur terlahir pada jaman itu, karena pada saat itu tidak ada yang namanya sensor menyensor jadi saya bisa belajar yang mana yang baik dan mana yang buruk. Tidak seperti sekarang, kalo liat film di TV, liatnya sensor melulu, bikin malas saja buat nonton TV nasional. Tidak heran sekarang banyak orang memasang TV kabel untuk menonton saluran TV luar negeri yang adegan-nya masih utuh dan tidak ada sensornya.

Plis deh KPI, kalau mau mensensor film, jangan terlalu lebay. Rokok lah disensor, belahan dada lah disensor. Kalau ciuman sih masih oke, tapi rasanya masih agak lebay juga. Seperti salah satu teori psikologi, kalau seorang anak dilarang untuk melakukan sesuatu, biasanya anak tersebut malah melakukan kebalikannya. Sama seperti sensor, anak-anak malah akan lebih penasaran dengan apa yang disensor dibanding dengan mengacuhkannya. 

Dan terlebih lagi, kalau mau memajukan pendidikan anak di Indonesia, hapus dulu tayangan sinetron remaja-remaja siluman yang sangat tidak mendidik itu! Beberapa waktu yang lalu saya iseng melihat-lihat sosmed dan saya menemukan artikel anak SD yang pacaran dan memposting foto ia dan pacarnya di facebook. Dari sana saya iseng melihat beberapa timeline facebook dari anak-anak SD itu, dan ternyata tontonan dan idola mereka sama, yaitu Ganteng Ganteng Srigala! Bisa kalian bayangkan sinetron itu ditonton sama anak-anak SD dan mereka mengidolakan artis-artis yang ada di dalamnya sehingga mereka melakukan hal yang sama seperti idolanya.



Memang itu tidak sepenuhnya salah KPI, bimbingan orang tua juga sangat penting untuk hal seperti ini. Setidaknya, KPI bisa mengatur jadwal sinetron-sinetron tersebut agar tidak berada di waktu saat anak-anak sedang berada di depan TV. Setidaknya. Separah-parahnya, hapus saja sinetron itu sekalian. Ganti dengan yang lebih mendidik, yang lebih berbau pengetahuan.

Kembali ke sensor, apakah dengan disensornya rokok dan belahan dada perempuan, penonton anak-anak akan mengerti buruknya hal tersebut? Dan apakah film yang ditayangkan pada jam tengah malam juga harus disensor sekeras itu? Bukankah yang seharusnya bangun pada jam segitu hanya orang dewasa? Mengapa masih harus disensor?

Bersyukurlah anak-anak tahun 90-an, kita pernah merasakan film dan kartun yang bebas sensor dan hingga sekarang kita tidak mencontoh apa yang kita tonton. Tapi saya agak bersyukur, saya jadi tidak terlalu suka nonton TV lagi dan sedikit hemat listrik saking buruknya kualitas acara TV saat ini hahaha.

Sekian post hari ini, semoga jadi renungan untuk kita semua.

See you in the next post!

No comments:

Post a Comment