Pages

Sunday, December 21, 2014

Cerpen: Imaginary Boyfriend

Sebelumnya, cerpen ini adalah request dari Bang Ayu pas kemaren nunggu ujan reda. Ini semua berawal dari obrolan, hujan, dan kopi. Semoga ceritanya nyambung ya, ehe~ Cerita ini ditulis di sebuah malam minggu ditemani boneka hasil 'nangkep' di Timezone.

Nama karakter, watak dan setting yang ada di cerpen ini semuanya hanya fiksi belaka. Jika ada kesamaan, itu semua hanyalah suatu ketidaksengajaan yang dibuat oleh penulis. Enjoy!

-----------



Kala itu sedang hujan. Aku sedang berteduh di kampus bersama kedua orang temanku yang sedang asyik sendiri. Satu sedang bermain game dan satunya lagi sedang smsan entah dengan siapa. Aku? Aku hanya menatap air hujan yang turun dari atap. Bukan karena aku seseorang yang melankolis, tetapi karena hp-ku mati dan aku tidak punya hal lain untuk dikerjakan.

"Jangan bengong mulu dong Ay, gue kasian ngeliat lo cengo begitu" ujar Mint sambil menyenggol bahuku. Ngomong-ngomong namaku Laya. Dua orang temanku biasa memanggilku 'Ay' karena 'Lay' terdengar seperti 'Alay'.


"Ih siapa yang bengong? Ga liat hp gue mati dan gue ga ada kerjaan lain? Makanya kalian jangan sibuk sendiri dong!" tegurku kesal. Padahal kan mereka yang sibuk sendiri, kenapa aku yang diganggu?

"Hehe maaf deh maaf, ujannya belum reda juga ya.." akhirnya Mint mengalah dan mematikan game yang sedang ia mainkan. Hona masih asik dengan hpnya sambil mengetik sesuatu dan tersenyum sendiri.

"Ini lagi si satu cengar-cengir dari tadi, smsan sama siapa sih?" akhirnya aku tidak bisa diam dan menarik hp yang dipegang Hona daritadi. Ternyata sama seseorang berinisial 'R'.

"Ihhh jangan dong Hona lagi smsan" Hona yang tidak memiliki tenaga langsung lemas saat hpnya diambil. Aku dan Mint dengan penuh keingintahuan membaca sms Hona dengan si 'R'. Sms mereka berdua penuh dengan candaan dan aura bahagia, membuat aku semakin iri. Kapan aku punya seseorang yang bisa memenuhi keinginanku?

Tanpa sadar hujan telah reda dan kami pun beranjk untuk melanjutkan perjalanan pulang. Seperti biasa kami pulang sambil bercerita kecil dan lalu berpisah ke arah pulang yang berbeda-beda. Aku sendiri pulang naik angkot sambil mendengarkan isi kepalaku sendiri karena tidak bisa memainkan hpku yang mati suri. 'Seandainya aku punya seseorang yang bisa meramaikan hariku.. Mungkin aku akan lebih bahagia.' pikirku. Sambil berkhayal, secara tidak sadar aku tertidur di pojokan angkot yang penuh sesak itu...

"Laya? Bangun Laya!" aku merasakan suara laki-laki yang berbisik di telingaku. Suaranya terasa asing tapi akrab di telinga. Saat kubuka mata, aku tidak berada di angkot. Aku duduk di sebuah bangku taman yang biasa kulewati jika pergi ke kampus. Dan aku tidak sendiri, disampingku ada...

"Ah maaf aku ketiduran ya" kataku salah tingkah. Anehnya ia malah tersenyum dan mengusap kepalaku lembut. Senyumnya secerah cuaca sore yang sejuk ini.

"Laya, kenapa kamu aneh begitu? Tadi kamu kelihatan capek dan tahu-tahu tertidur di bahuku belum lama sampai kamu terbangun begitu" laki-laki itu sangat lembut dan teduh. Seseorang yang sangat kudambakan dari dulu. Ia tidak kurus tapi juga tidak gemuk, ia memakai kemeja kotak-kotak dengan kaos hitam di dalamnya. Pacar idaman, itulah yang kulihat darinya.

"Oh begitu. Maaf kalau merepotkan, padahal aku gak kenal sama kamu.." laki-laki itu mengernyit. Bingung. Aku pun bingung. Laki-laki itu langsung kembali pada tatapan teduhnya dan mengusap kepalaku dengan lembut.

"Kamu kenapa sih? Kok ketiduran sebentar langsung aneh gitu. Aku Tria, pacarmu. Kamu lupa?" laki-laki yang ternyata bernama Tria itu tertawa sambil mengusap kepalaku. Tunggu dulu, kata dia PACAR? Memangnya selama ini aku punya pacar yang sebaik dia? Pacar yang kriterianya memenuhi harapanku selama ini?: Memangnya ada? Hatiku belum siap rasanya. Pasti ini acara reality show yang biasa ngerjain orang! Ya, itu dia!

\Dengan lirikan maut aku mencari kamera-kamera tersembunyi yang ada di taman itu, tapi hasilnya nihil. Karena tidak sabar, akhirnya aku berdiri dan menghampiri semak-semak, dengan harapan menemukan kamera tersembunyi punya si acara TV. Tapi tidak ada juga. Jadi, ini kenyataan? Tapi kenapa aku baru tahu kalau aku punya pacar yang sebaik itu? Amnesia? Atau jiwaku tertukar? Aku mengeluarkan cermin kecil yang ada di tasku. Ternyata wajahku masih sama seperti yang terakhir kali aku ingat. Jadi?

"Laya, tenang dulu. Kamu kenapa? Bangun tidur kok langsung shock gitu, Jangan bilang kamu amnesia mendadak? Atau kamu terlalu kagum sama aku? Hahaha.." canda Tria. 

"Gak lucu tau! Memangnya kamu benar pacarku? Kalau memang iya, coba buktikan! Golongan darahku apa?" Tria berpikir sejenak lalu menjawab. "AB, kan?" dan benar. Aku langsung mencari pertanyaan lain yang lebih sulit.

"Kalau begitu penyakit yang aku derita sekarang apa?" sambil tertawa kecil ia berbisik ke telingaku.

"Penyakitmu sekarang susah pup kan? Sudahlah mau pertanyaan yang gimana pun aku pasti bisa jawab kalau itu ada kaitannya tentang kamu" bisik Tria dengan pasti, Dapat kurasakan wajahku memanas karena wajahnya yang sangat dekat denganku. Akhirnya aku memutuskan untuk menyerah dan menerima saja kalau dia memang pacarku. Siapa juga yang rela melepaskan tipe pacar idaman seperti dia?

Langit sudah semakin gelap, akhirnya Tria menawarkan diri untuk mengantarku pulang. Kami berjalan menelusuri jalan yang biasa kulewati bersama Mint dan Hona setiap selesai kuliah. Tria juga bercerita sedikit mengenai hobi dan kuliahnya hari ini. Semakin lama aku mendengar dan memperhatikannya, rasanya semakin aku tidak percaya bahwa ia nyata. Tapi... Semakin lama aku memperhatikannya, semakin lama juga aku tidak ingin berpisah dengannya. Waktu 15 menit terasa sangat pendek seperti hanya sebuah tarikan napas. Kukira ia hanya akan mengantarku sampai aku naik angkot, ternyata ia juga naik angkot yang sama. "Kita kan rumahnya searah, Laya" kalimat itu menjawab wajah bingungku. Di angkot pun kami bercerita tentang banyak hal hingga topik pembicaraan habis dan kami terdiam. Entah mengapa mataku menjadi sangat berat dan aku masih bisa melihat Tria duduk di depanku dengan wajah samar hingga semua jadi benar-benar gelap.

Sekali lagi, aku merasakan ada suara seseorang yang menyuruhku untuk bangun. 'Pasti Tria', pikirku. Saat aku membuka mata, ternyata bukan Tria yang ada di hadapanku, melainkan  abang angkot yang memakai handuk di lehernya.

"Neng bangun, angkotnya udah di terminal. Saya mau pulang jadi eneng harus turun." ujar si abang angkot. Lah? Tria-nya mana? Masa aku ditinggal sendirian sih mana terminal jaraknya lumayan jauh dari rumahku. Aku pun turun dan berniat langsung pergi untuk mencari angkot pulang, tapi sekali lagi aku dihampiri si abang angkot.

"Tunggu dulu neng, ongkosnya mana? Masa naik, turunnya kagak bayar?" dengan kesal yang bercampur aduk aku menyerahkan beberapa ribu uang pada si abang angkot dan langsung pergi dengan untuk mencari angkot pulang.

Di perjalanan pulang hingga sampai ke rumah, perasaan dongkol itu belum juga hilang. Masa iya pacar ninggalin ceweknya di angkot? Jahat banget sih. Akhrinya untuk meluapkan kekesalanku, aku sms Mint dan Hona tentang kejadian hari ini. Tidak lama Hona menelepon, tanpa pikir panjang langsung kuangkat.

"Ay! Sejak kapan lo punya pacar? Kok gak bilang-bilang? Lo backstreet ya dari kita? Iya kan!" cercaan Hona membuatku tersadar kembali. Hal yang tadi gak terpikirkan pas liat Tria, nyubit pipi sendiri sekenceng mungkin! Akhirnya aku coba mencubit pipiku dan rasanya sakit. Inilah dunia nyata!

"Aw sakit! Sori kayaknya efek ketiduran di angkot sampe ke terminal deh. Maaf ya, Na" bukannya prihatin, Hona malah tertawa terbahak-bahak mendengar penderitaan temannya.

"Ahahahaha parah banget lo kebo-nya sampe kelewatan jauh gitu. Mana mimpinya serius banget wuahahahah ngayal lo ketinggian Ay hahahahah... Uhuk!"

"Jahat banget sih lo, batuk kan makanya, Udahlah gue mau tiduran, besok gue ceritain lagi pas ketemu sama lo juga si Mint. Bye!" kuletakkan hp yang sedang di charge itu di meja belajarku. Aku masih tidak bisa membedakan yang mana kenyataan dan mana mimpi. Aku masih dapat melihat bayangan wajah Tria yang teduh itu di ujung mataku. Dan perlahan aku pun mengantuk dan terlelap...

Pagi harinya aku langsung bergegas karena kesiangan dan tidak lagi sempat memikirkan tentang Tria, pacar khayalanku, Dan saat aku berlari menuju kelas, dengan tidak sengaja aku menyenggol seseorang dan suara 'aduh'-nya tidak asing ditelingaku. Saat aku melihat wajahnya, benar saja. Ia Tria yang menjadi pacarku kemarin! Saat akan kusapa, seorang perempuan disebelahnya menatapku dengan sinis. Sepertinya itu pacarnya, Semakin nyata kalau ternyata dia memang seseorang yang ada di khayalanku saja. Aku pun kembali berlari sambil mengucap "Maaf" dengan cepat. Entah dia dengar atau tidak. Yang jelas yang ingin kulakukan saat sampai ke kelas adalah duduk dan menceritakan semua yang kualami kemarin hingga tadi kepada Hona dan Mint.


--TAMAT--

No comments:

Post a Comment